Surat Terbuka untuk Ibu-Ibu


Surat ini bukan sebuah ancaman atau ultimatum kepada para ibu-ibu. Surat ini merupakan letupan cinta untuk memberikan peringatan dan arahan kepada para ibu-ibu. 

Kalau kita hidup di perkampungan pasti sudah tidak heran dengan demo (perkumpulan masa oleh marketing produk) dengan tujuan agar para ibu-ibu mau membeli barangnya dengan cara apapun. Ada yang langsung cash, dp dulu dapat barang, atau model cicilan semampunya. 

Waktu siang adalah waktu dimana banyak ibu rumah tangga sedang santai-santainya karena seluruh pekerjaan sudah beres semua. Jika ada acara seperti itu pastilah langsung mau bergabung. Hitung-hitung sebagai hiburan atau mengisi waktu luangnya. Kadang marketing produknya sudah menyiapkan strategi khusus mengantisipasi jika banyak ibu-ibu tidak mau, yaitu dengan memberikan bingkisan bagi yang mau datang, sungguh ajaib dengan hanya diberi deterjen seharga seribu rupiah para ibu-ibu berbondong-bondong datang ke tempat demo. 

Nahasnya, para ibu-ibu ini sebetulnya sudah masuk dalam ranjau yang telah di pasang para marketing produk itu. Tinggal di rayu, diiming-imingi dengan bumbu produk viral, ajaib, kalau tidak punya bakal ketinggalan ditambah sentimen antar ibu-ibu apabila tidak membeli pasti malu dengan si A atau si B. 

Rayuan maut para marketing itu pada faktanya selalu membuat para ibu-ibu luluh untuk membeli produknya, padahal ibu-ibu itu tidak benar-benar membutuhkan barang tersebut dan seringkali setelah pembelian selalu muncul penyesalan pada akhirnya. Jelas saja, para marketing itu sudah tahu psikologis konsumennya. Para ibu-ibu itu akan mudah membeli barang daripada bapak-bapak. Karena bapak-bapak cenderung lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang, karena ia tahu hasil kerjanya harus dibagi untuk banyak kebutuhan rumah tangganya.

Surat ini bermaksud untuk memberi pengertian dan perhatian kepada para ibu-ibu agar tidak mudah tergoda dengan para marketing produk itu. Kalau memang butuh barangnya tidak masalah. Yang tidak boleh apabila beli karena keinginan, terhasut rayuan atau sentimen antar teman. Sungguh disayangkan suami sedang panas-panasan mengais rezeki, dirumah uang lari begitu saja oleh keinginan dan rayuan. 
(Foto : Google)

Wisnu Prayuda
Semarang, 20 Desember 2023.

Komentar

Postingan Populer