Secercah Perspektif Mencintai Habaib

Secercah Perspektif Mencintai Para Habaib 


Seraya membaca bismillah dan memohon taufiqnya Allah, Tulisan ini dibuat untuk memberikan secercah perspektif untuk yang meragukan para Habaib dan lebih parahnya dibumbui dengan kebencian bahwa para Habaib melakukan bisnis haram berupa pembangunan makam-makam palsu. 

Berawal dari konten yang kebetulan lewat yakni salah satu tayangan di youtube (Guru Gembul) yang menyebutkan mengenai bisnis haram para Habaib berupa pendirian makam-makam palsu. Di dalamnya bukan hanya membahas bisnis palsu itu tapi juga cenderung menyudutkan kehadiran para Habaib yang diperlakukan penuh kemuliaan oleh masyarakat. 

Dari paparan Guru Gembul saya memberikan beberapa tanggapan. Pertama, tema pembahasan yang di ulas oleh Guru Gembul berangkat dari short video yang menyatakan keagungan Habaib. Menurut saya, tanggapan atas video short itu sangat keliru karena kejelasan pengunggah atau pembuat video itu diragukan. Video short bukanlah sumber utama untuk menghakimi sesuatu karena ia berisi hanya potongan-potongan narasi yang bisa saja rancau tanpa terhubung dengan konteks yang dikehendaki. Biasanya masyarakat kita ini sangat hobi sekali mengkonsumsi short video padahal ini menunjukkan kadar kecermatan dan pengamatan yang amat rendah, ibarat melihat sesuatu hanya pada satu sisinya saja tanpa keseluruhan. Berbeda halnya dengan membaca buku atau menelaah kitab. 

Dari paparan Guru Gembul menyinggung tentang masyakarat yang gemar sekali mengagungkan para Habaib dan menganggapnya wali. Pendapat ini menunjukkan kekosongan pikiran Guru Gembul mengenai ta'rif wali. Dipikiran Guru Gembul bahwa wali itu yang keramat, yang bisa terbang dan punya keunggulan-keunggulan lain. Padahal wali itu seseorang yang laku lampahnya selalu menuju Allah, hatinya selalu taat kepada perintah-perintah Allah, bukan yang bisa terbang dan sebagainya. Dari sini Guru Gembul sudah salah dalam pemahaman wali. Sehingga Guru Gembul dipendapat-pendapatnya dicurigai mengandung sentimen negatif. 

Pengagungan kepada para Habaib ini bagi masyarakat awam jelas biasa-biasa artinya tidak sampai taraf mengkultuskannya. Banyak dari mereka hanya berharap berkah kepadanya berupa mudah-mudahan dirinya, anaknya atau keluarganya memiliki perangai, kesholehan atau ilmu sebagaimana beliau. Sebenarnya hal ini sah-sah saja sebagaimana kita meminta doa kepada para orang tua atau orang lain yang tidak dari keturunan Habaib. Berkaitan dengan memuliakan ini juga termasuk anjuran dari Nabi Muhammad Saw. Meskipun haditsnya dhoif tetapi untuk pengamalan sangatlah bisa. Nabi Muhammad Saw menyebutkan bahwa didiklah anak-anakmu tiga perkara : mencintai Nabi, keluarga Nabi dan membaca Al-Qur'an. Jadi mengagungkan Habaib ini juga merupakan sebuah harapan agar lebih dekat dengan Datuk beliau yakni Nabi Muhammad Saw. Kebanyakan narasi-narasi pembencian Habaib ini bisa jadi muncul karena kalahnya pamor sehingga menjadikan sentimen terhadap dakwah Habaib, atau persaingan lainnya yang kita tidak mengetahuinya. Parahnya narasi-narasi ini dibangun justru oleh orang-orang yang kesholehannya, ketaatan dan disiplin waktu ibadah kepada Allah amat di ragukan. Apakah kita meragukan para Habaib yang dari segi fisik saja mereka telah mampu mencerminkan akhlak Nabi Muhammad Saw dalam rangkaian sunnah hariannya sedangkan kita ini sangat belum bisa menirunya. 

Kedua, kesan pengagungan terhadap Habaib ini tidak muncul begitu saja. Banyak di kisahkan pula bahwa untuk berdakwah di kalangan awam tidak begitu saja dengan mudah menggunakan ilmu, Nabi Muhammad Saw pun juga demikian, tidak langsung dengan ilmu atau mauidhoh hasanah tapi dengan sopan santun dan beberapa kali keramat Nabi Muhammad Saw seperti dikisahkan oleh KH. Thoifur Mawardi saat mengembalikan bola mata Qotadah yang lepas saat berperang, Nabi Muhammad Saw di naungi awan ketika berjalan dan masih banyak lagi. Di zaman modern yang mentuhankan logika ini memang semuanya harus di ukur dengan logika padahal tidak semua bisa terjangkau oleh akal yang dalam hal ini piranti logika. Oleh karenanya ada yang namanya iman. Iman inilah yang bertugas di saat logika tidak sanggup mencerna dan tidak semua harus sesuai dengan logika manusia karena manusia sendiri sifatnya lemah dan kemampuannya terbatas. Maka peristiwa-peristiwa karomah ini juga dibutuhkan untuk dakwah dikalangan awam karena tidak semuanya langsung bisa di masuki ilmu. 

Ketiga, berkaitan dengan polemik nasab Habaib ini sudah dijelaskan detail oleh Gus Rumail Abbas dengan dasar dan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Lewat penelitiannya bisa dibaca secara jelas dan detail. 

Tulisan ini hanya berposisi sebagai secercah perspektif untuk memberikan sedikit cahaya yang menyala untuk yang meragukan nasab Habaib, karomah para wali atau pengagungan kepada Habaib. Poinnya adalah bahwa tidak semua harus sesuai dengan logika manusia, ada hal-hal diluar logika yang sulit untuk dijangkau dan ini membutuhkan iman. Pertanyaannya kemudian mengapa harus membenci Habaib kalau justru para Habaib itu mampu membimbing dan mengarahkan umat menuju kebaikan dan kedekatan kepada Nabi Muhammad Saw dan Allah SWT? semoga kebencian itu tidak bertahan dihati manusia pembenci dan Allah mengangkat penyakit semacam itu. Karomah-karomah itu merupakan hak prerogatifnya Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Allah kehendaki tidak karena ilmu atau yang lainnya melainkan benar-benar pilihan Allah langsung. Maka saya menyarankan Guru Gembul atau siapa saja untuk banyak membaca buku-buku Tasawuf yang berkaitan dengan kasyaf, laduni dan yang berkaitan. Sungguh luas sekali ilmunya Allah. Kita hanya setitik di hamparan lautan ilmu-Nya. Maka lihatlah dengan mata hati bukan hanya dengan mata kepala yang mudah tertipu. Semoga Allah merahmati kita semua. 


Wisnu Prayuda
Semarang 12 Januari 2024

Foto google karyakarsa

Komentar

Postingan Populer