Syawal; Kembali Kefitri Menuju Ilahi
Allah SWT telah memberi kesempatan manusia untuk selalu meningkatkan iman dan taqwanya. Berbagai nikmat telah diberikan Allah sebagai bekal untuk meningkatkan iman dan taqwanya. Memperbaiki diri dan hubungannya kepada Allah beserta makhluk-Nya.
Hari ini, detik ini kita sudah memasuki bulan Syawal. Telah kita lalui bersama-sama sebuah rangkaian ibadah yang sangat agung, sejak kita memintanya pada bulan Rajab dan sya'ban. Sejak mulai Rajab kita sudah sama-sama memohon kepada Allah dengan doa (Allahumma bariklana fii rajaba wa sya'bana wa balighna Ramadhan). Kita memohon agar Allah memberi kesempatan kita untuk berjumpa dan menjalani ritual ibadah di bulan ramadhan. Alhamdulillah Allah telah mengabulkan doa kita tersebut.
Selama sebulan penuh kita menjalani puasa, menahan lapar dahaga, menahan nafsu, menahan amarah, menahan keinginan-keinginan yang semuanya bisa merusak diri apabila kita melampaui batas. Puasa mengajarkan kita agar bisa menahan untuk tidak melakukan sesuatu yang membuat rusak diri sendiri dan orang lain. Sesuatu yang menjadikan Allah murka karena kita menyakiti diri sendiri dan orang lain akibat perbuatan kita yg melampaui batas.
Kalau kita makan dan minum berlebihan akan merusak tubuh. Kalau kita terlalu banyak keinginan dan menurutinya akan merusak kehidupan. Kalau kita terlalu menyakiti orang lain, hubungan kita dengan manusia akan rusak. Sejatinya di dalam ramadhan kita di ajarkan untuk menahan segala sesuatu yang bisa merugikan diri sendiri dan orang lain.
Setelah sebulan penuh berpuasa, kita sama-sama diperjumpakan oleh Allah untuk memasuki sebuah kemenangan. Syawal atau idul Fitri adalah kemenangan bagi yang telah mendidik dirinya menjadi orang-orang yang mampu menahan segala sesuatu yang bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Kemenangan yang layak diberikan kepada orang-orang yang mendidik dirinya untuk tidak merasa lebih baik, lebih unggul, lebih mulia dari orang lain. Kemenangan yang layak diraih oleh orang-orang yang ikut di dalam sebuah pertempuran hawa nafsunya dengan puasa dan ibadah lainnya.
Di bulan Syawal manusia memulai kehidupan Fitri. Kehidupan yang suci sebagai seorang bayi yang baru di lahirkan. Manusia diberi kesempatan untuk hilang beban dosa masa lalunya di bulan Syawal. Allah menginginkan dengan kefitrian itu, kita lebih mudah berlari menuju ampunan Allah, menuju perintah dan hal-hal yang mendatangkan ridho-Nya.
Saat bulan Syawal tiba, Negeri kita ini memiliki setidaknya dua kebudayaan yang bisa menjadi ibrah atau pelajaran bagi kita.
Pertama, Mudik. Banyak sekali orang-orang pada saat hari raya tiba melangsungkan mudik, itu berarti bahwa sejatinya tempat ia tinggal bukanlah asal-muasalnya. Setiap manusia memiliki asal muasal. Kalau dalam istilah jawanya sangkan paraning dumadi. Sebagaimana orang-orang yang mudik, kembali ke kampung halamannya masing-masing. Manusia sejatinya dalam menjalani kehidupan ini juga akan mudik kembali ke asal-muasalnya, yakni Allah SWT. Tidak ada yang tidak kembali lagi. Semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah SWT.
Dalam budaya Mudik, ketika hendak melakukan perjalanan pulang kampung, orang-orang begitu mempersiapkan segala sesuatunya. Mulai dari bekal, kendaraan, uang dan sebagainya. Sekarang pertanyaannya untuk mudik kembali kepada Allah, apakah kita sudah benar-benar siap perbekalan itu? Apakah amal-amal kita sudah cukup untuk kembali lagi kepada Allah? Saya yakin seyakin-yakinnya termasuk diri saya ini tentu belum cukup bekal. Bekal kita masih sangat sedikit. Untuk perjalanan dunia yang sementara saja kita mempersiapkan, mengapa untuk bekal kembali kepada Allah, juga tidak kita persiapkan dengan sungguh-sungguh? Hanya diri kita yang bisa menjawabnya.
Dengan instrospeksi diri, kita bisa memungut hikmah agar kita sadar bahwa sesungguhnya kehidupan kita di dunia ini juga dalam rangka merantau yang akan kembali kepada pemilik kehidupan yakni Allah SWT.
Kedua, budaya halalbihalal. Budaya seperti ini sangat sulit ditemukan di selain Indonesia. Biasanya di negara-negara Islam, silaturahmi seperti halal bihalal ini dilakukan sebelum masuk bulan Ramadhan. Harapannya dengan memohon maaf satu sama lain menjadikan diri memasuki Ramadhan dengan tanpa dosa-dosa masa lalu. Akan tetapi kalau di Indonesia, halalbihalal saling memaafkan ini dilakukan ketika lebaran dan setelahnya.
Halalbihalal memiliki asal kata halalun bi halalin, ada yang menyebutnya dengan istihlal maknanya mencari kehalalan. Halalun bihalalin memiliki arti saling mehalalkan satu sama lain atau dalam artian sama-sama memaafkan kesalahan yang telah terjadi. Manusia diharapkan meniru sifatnya Allah yang maha afwun (pemberi maaf dan menghapus kesalahan) bukan sebatas gofhur yang artinya maha mengampuni saja.
Dalam menjalankan kehidupan ini pasti ada satu dua kesalahan yang kita sengaja maupun tidak, yang menjadikan sakit hatinya orang lain, baik itu saudara, orang tua maupun tetangga. Pada momentum syawal ini kita di ajarkan untuk saling istihlal setiap saat. Sebagaimana pelajaran puasa yang kita amalkan di sebelas bulan setelahnya.
Kesadaran akan mudah memaafkan dan meminta maaf akan meringankan hati kita. Meluaskan hati dan pikiran sehingga kita dijauhkan dari penyakit. Kata afwun dan afiyat itu memiliki kata dasar sama. Oleh karenanya orang yang mudah meminta maaf dan memberikan maaf pasti afiyat (sehat jasmani dan ruhani) sedangkan orang yang sulit untuk memberi dan meminta maaf biasanya sering mudah sakit-sakitan. Ini sesuai sabda Nabi Muhammad Saw كذالهم والغم ان يقتل (terkadang penyakit ham dan ghom itu membunuhmu) apa itu penyakit ham? yakni angan-anganya seseorang atas keinginannya yang tak terwujud. Sedangkan ghom adalah keinginan yang sudah terwujud tetapi khawatir atas keburukan yang akan menimpanya. Kedua penyakit itu sumbernya dari hati yang iri, khawatir, dengki dan dendam karena tak bisa memaafkan dan meminta maaf kepada orang lain. Maka, berhati-hatilah atas penyakit-penyakit hati yang akan berpengaruh kepada kesehatan jasmani kita.
Manusia yang mudah memaafkan artinya manusia yang sangat beruntung. Sedangkan manusia yang sulit memaafkan dan meminta maaf adalah orang yang muflish atau rugi. Manusia yang rugi adalah manusia dengan setumpuk amal shaleh tetapi di hadapan pengadilan Allah sudah banyak yang menunggu untuk menuntut atas kesalahan-kesalahan yang ia lakukan, yang semasa hidupnya tidak ia mintakan maaf. Tidak mau mengakui kesalahannya dan sering menyakitkan hati orang lain, baik itu sering membicarakan, memfitnah, sombong, pamer dan sebagainya. Jangan sampai setumpuk amal kebaikan kita menjadi hangus dan bertambah dosa-dosa kita karena banyaknya orang yang kita sakiti dan kita enggan meminta maaf.
Halalbihalal ini seharusnya bisa menjadi permulaan agar kita sadar pentingnya menjaga lisan dan perbuatan agar kita tidak menjadi orang yang rugi di pengadilan Allah SWT. Dengan mudah memaafkan kita menjadi manusia yang tercermin sifat-sifat Allah di dalam diri kita sehingga kelak di akhirat menjadi orang-orang yang beruntung.
Jagalah hati dan lisan agar tidak berprasangka buruk dan berkata tidak baik kepada sesama, meskipun pada kenyataannya orang tersebut memang sesuai faktanya. Mudah-mudahan pertolongan Allah senantiasa menaungi kita semua, Allah golongkan kita menjadi orang-orang yang beruntung kelak di pengadilannya.
Wisnu Prayuda
Semarang, 27 April 2024
Komentar
Posting Komentar