Membentuk Kerangka Berpikir

    

  Informasi yang mengalir begitu deras pada zaman ini menjadikan kita mudah untuk hanya melihat pada yang ingin kita lihat. Segala sesuatunya datang begitu cepat, saking cepatnya kita tidak mampu mengolah dan mencerna informasi-informasi ataupun ilmu yang lewat. 

       Di zaman modern ini anak-anak sudah di suguhi dengan penggalan video tiktok dan Instagram. Padahal  itu bukan sebuah upaya untuk membentuk kerangka berpikir mereka, justru penggalan-penggalan video itu menjadikan pemahaman mereka sepotong-potong. Manusia menjadi tidak jangkep pemikirannya. Baru tahu satu dua soal informasi atau ilmu sudah berlagak menjadi ahli. Belum lagi tidak krosceknya terhadap informasi atau ilmu itu apakah sebuah kebohongan, fatamorgana atau memang ilmu dan informasi sejati. 

       Dampak dari itu semua adalah kurangnya keutuhan pikiran dan jiwa, yang menjadikan mudah menyalahkan orang lain, merasa benar dan menjadikan segala sesuatu sebagai rivalitas. Itu semua yang terjadi di dunia modern ini. 

Semoga gerusan informasi dan ilmu yang begitu deras tanpa filter itu tak berlaku bagi santri-santri kami. Setiap harinya mereka harus masuk pada siklus belajar bagaimana akal adalah komponen utama untuk beragama dan hidup. Orang yang dikenai taklif (hukum agama/syari'at) itu yang berakal artinya akalnya di daya gunakan tidak stagnan, mandeg atau jumud.

Kehidupan yang ia tempuh itu berjalan bukan berhenti. Maka, keniscayaan untuk menjalankan akal adalah sebuah hal utama. Tidak berhenti di situ mereka harus belajar segala sesuatunya secara utuh. Kalau memahami kalimat ya tahu persis makna perkatanya. Belajar ya utuh dari satu kitab dan buku bukan penggalan-penggalan ilmu. 

       Belajar dengan keutuhan itu memang melelahkan tetapi dengan itulah keutuhan akal kita terjaga, kerangka berpikirnya akan terbentuk. Ia tidak akan mudah gumunan, kagetan dan nyalahke liyan. Sebab ia tahu bahwa ada banyak kemungkinan yang belum ia ketahui. 

      Dengan keterbiasaan mereka semua membentuk kerangka berpikir, kelak ketika dewasa tidak ada yang benar-benar ditakutkan atas hidup ini. Semua bisa di urai dan dicari akar masalah hingga penemuan solusinya. 

       Menyuguhi potongan-potongan video itu memang terkesan menambah pengetahuan tetapi hanya di awang-awang, menjadikan anak-anak kehilangan fokus dan disfungsi akalnya. Santri bukan lambang segala sesuatu yang buruk, kemunduran dan menjijikan. Justru menjadi pijakan yang kuat untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi arif dan ahli. Kelak anak-anak menjadi yang paling bermanfaat dan ahli di bidangnya dengan pijakan kuat pengetahuan agamanya. Sehingga etos Islam berupa kesungguhan dan kesejahteraan benar-benar bisa terwujud. 

Wisnu Prayuda 

Semarang,26 Juli 2024

Komentar

Postingan Populer