Rasullullah Saw itu Teladan Kesungguhan, Hidupnya Totalitas Tanpa Batas.


Allah SWT memberikan sebuah pelajaran terbaik lewat Rasulullah Saw yang diperuntukkan bagi hamba-hamba-Nya. Bahwasanya ke yatiman bukanlah sebuah hal yang memalukan, bukan pula sebuah hal yang bisa dijadikan bahan olok-olokan, atau bahkan sebagai kesempatan untuk merendahkan dan mengkerdilkan anak-anak yatim. 

Kita tahu dan shohih di dalam semua riwayat bahwa Rasulullah Saw dilahirkan dalam keadaan yatim, lalu di usia enam tahun beliau juga ditinggalkan oleh ibundanya, kemudian kepengasuhannya diteruskan oleh kakek dan pamannya.

Di dalam Al-Qur'an Allah telah berfirman:

 الم يَجِدْكَ يَتِيْمًا فَاٰوٰىۖ ۝٦

Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(-mu);

Ad duha : 6

Selain di dalam Al-Qur'an. Pada sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat menyayangi anak-anak yatim. Dan beliau lebih menyayangi lagi pada hari Asyura (tanggal 10 Muharram). Dimana pada tanggal tersebut, Beliau menjamu dan bersedekah bukan hanya kepada anak yatim, tapi juga keluarganya.

Dalam kitab Faidul Qadir disebutkan, menjamu anak yatim dan keluarganya pada tanggal 10 Muharram merupakan sunnah Nabi SAW. dan pembuka keberkahan hingga setahun penuh. 

Anjuran menyantuni anak-anak yatim bukan hanya pada 10 Muharram saja. Di hari-hari dan waktu-waktu lain, kita tetap di anjurkan untuk bukan hanya menyantuni tetapi ikut serta menjadi pendidik, pengasuh, dan mencukupi kebutuhan di dalam perjalanan hidupnya. 10 Muharram hanya momentum agar manusia ingat bahwa Nabi Muhammad Saw begitu memuliakan anak-anak yatim. Maka seharusnya isyarah itu menjadi penggerak hati kita untuk memperhatikan nasib anak-anak yatim. 

Kalau umat muslim saling menguatkan, memperhatikan saudaranya yang lemah dan memuliakannya, maka ia akan mendapat sebuah anugerah agung dari Allah. Sebagaimana dalam pidato Nabi Muhammad Saw ketika perang badar.

Di kisahkan 313 prajurit Badar, dengan kualitas personil yang tidak memadai secara militer, dan peralatan perang yang sangat minimal, menang melawan 1.200 pasukan Sekutu, dengan rumus yang tidak pernah disebut oleh Buku Perang zaman apapun.

Yakni “Innama tunshoruna wa turhamuna wa turzaquna bidlu’afaikum”: Kalian dilimpahi pertolongan, kemenangan dan rizki oleh Allah, karena kalian maju perang demi membela rakyat yang dilemahkan.

Nabi Muhammad Saw “nekad” menjanjikan rumus itu ketika berpidato di depan pasukan Badar sebelum pertempuran. Beliau tahu itu irrasional bagi logika manusia dan kehidupan di dunia. Maka kepada Allah beliau menyampaikan pernyataan: “In lam takun ‘alayya Ghodlobun fala ubali”: Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, wahai Kekasih, hamba tak peduli pada nasib hamba di dunia. Hamba ikhlas kalah, hancur dan mati — “asalkan Kekasih tidak marah kepadaku”.

Maka kepada anak-anak yatim seyogyanya kita bukan hanya menyantuninya tetapi memberikan bekal kehidupan berupa empat sifat kenabian; Shiddiq, amanah, tabligh Fathonah. Kalau anak-anak yatim dibekali dengan empat sifat kenabian ini niscaya ia akan memiliki karakter, sifat dan perilaku yang mencontoh Nabi Muhammad Saw. Sehingga bukan hanya ia menjadi manusia yang bahagia di dunia melainkan juga beruntung di akhirat. 

Empat sifat kenabian merupakan pondasi agar anak-anak menjadi pribadi yang benar-benar di rindukan oleh Rasulullah, dan sayangnya banyak umat Islam tidak benar-benar belajar kepada empat sifat kenabian tersebut.

Pertama, Shiddiq. Shiddiq tidak hanya bermakna jujur. Shiddiq lebih kepada kesungguhan. Kalau orang Jawa bilang "temenanan". Segala aktivitas yang dilakukan dengan sungguh-sungguh maka ia sedang mengamalkan sifat kenabian yakni Shiddiq.

Kalau sekolah sungguh-sungguh sekolahnya. Kalau di pesantren ya sungguh-sungguh belajarnya. Kalau shalat sungguh-sungguh terhadap shalatnya. Begitupun menjalani seluruh aktivitas kehidupan ini dengan sungguh-sungguh tanpa sedikitpun ngentengke atau setengah-setengah. Dampak dari kesungguhan itu maka akan lahir sifat yang kedua yakni amanah.

Amanah adalah sebuah kepercayaan yang di embankan kepada seseorang atas kesungguhannya. Kalau manusia sungguh-sungguh terhadap suatu hal, maka orang lain tidak akan khawatir memasrahkan tanggung jawab kepadanya. 

Rasulullah Saw adalah sosok manusia yang sungguh-sungguh dalam hidupnya, tidak ada resisten, sehingga di usia yang masih belia, Muhammad bin Abdullah sudah mendapat gelar sebagai Al Amin, sebagai orang yang Amanah. Orang yang sanggup memberikan keamanan kepada orang-orang di sekitarnya. Aman nyawanya, aman hartanya dan aman martabatnya. Sehingga, ketika Rasulullah Saw harus melakukan dakwah pun, beliau memang sudah pada tahap yang semestinya. Beliau memahami apa yang harus disampaikan kepada ummatnya.

Setelah memiliki amanah maka seseorang akan naik pada tahap sifat tabligh. Ia dipercaya untuk memberikan sebuah komando. Dipercaya sebagai pemimpin, sebagai garda terdepan atas kesungguhan ilmunya. Kalau ilmuwan ya akan dipercaya untuk menyampaikan ilmunya. Kalau di sebuah pekerjaan maka akan di angkatlah menjadi leader. Dan ketika berada di lingkungan masyarakat maka akan di dapuk menjadi pemimpin untuk memberikan tuntunan dan teladan.

Jika sudah masuk pada sifat ketiga itu, maka akan naik pada puncaknya yakni Fathonah. Sebuah kecerdasan yang ia sudah menjadi ahli dibidangnya. Kalau sudah menjadi ahli maka bukan seseorang yang mencari pekerjaan, tapi pekerjaan yang mencari seseorang itu. Bukan dia yang mencari uang, tetapi uang yang mencarinya. Rezeki akan mengalir kepadanya atas kesungguhannya menjalani hidup, atas amanah yang ia pegang, atas sanggupnya ia tabligh mengelola apa yang di amanahkan oleh Allah sebab kecerdasannya menjadi ahli atas kesungguhannya. 


Wisnu Prayuda 
Semarang, 14 Juli 2024

Foto Google 

Komentar

Postingan Populer