Masih Takut dan Sedihkah Hatimu Soal Dunia?


اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ ۝٦٢


Ketahuilah bahwa sesungguhnya (bagi) para wali Allah itu tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih. (QS. Yunus: 62)


Al-Qur'an surat Yunus ayat enam puluh dua ini sering dijadikan rujukan sebagai indikator apakah seseorang sudah berada ditahap menjadi kekasihnya Allah atau belum. Dua indikator yang diberikan ayat ini sangat jelas. Mereka yang sudah menjadi kekasih atau walinya Allah maka di dalam hatinya tidak ada rasa takut dan rasa sedih. Kedua rasa itu tentu yang berhubungan dengan dunia atau segala sesuatu selain Allah. Maka terhadap apapun yang tidak berkaitan dengan Allah secara langsung dalam tanda kutip urusan duniawi maka hatinya sudah berada pada maqam ridho. Tidak ada sedikitpun sesuatu yang ditakutkan dan disedihkan. Perasaan takut dan sedih ini hanya yang berhubungan dengan Allah. Takut kalau Allah tidak meridhoi segala yang ia kerjakan dan sedih jika tidak mendapatkan ampunan Allah. 


Kedua rasa tersebut dalam dunia tasawuf dikenal sebagai ajaran khauf dan raja'. Khauf adalah sebuah rasa takut yang di dasari dengan cinta kepada Allah SWT. Ketakutan tidak dimaknai sebagaimana manusia kepada pimpinannya, karyawan kepada bosnya atau anak kecil kepada hantu-hantu. Rasa takut pada khauf muncul karena sadar dirinya seorang hamba atas kebesaran dan keagungan Allah SWT. Sehingga sebesar apapun jabatan, setinggi apapun ilmu dan sebanyak apapun harta. Manusia tetaplah seorang hamba dihadapan Allah SWT. 


Sedangkan raja' berarti sebuah harapan dari rasa takut itu. Berharap akan ampunan Allah, berharap akan kasih sayangnya Allah dan berharap akan ke-Maha Dahysatan Allah dalam mengatur kehidupan ini. Raja' bisa muncul dari rasa khauf. Begitu juga rasa khauf juga bisa muncul dari rasa raja' nya seorang hamba. 


Di dalam perjalanan penghayatan hidupnya manusia akan mengalami kedua hal tersebut. Karena dua hal itulah yang menjadi bahan bakar penghambaan kita kepada-Nya. Meskipun di dalam perjalanannya banyak dari manusia tidak menyadari akan hal ini. 


Manusia menjalani sebagian besar hidupnya sering kali tanpa melibatkan Allah dalam seluruh aspeknya. Sehingga lebih menonjolkan kemampuan dirinya dari pada kekuasaannya Allah. Dari kesalah pahaman pikiran itu kemudian muncul letupan-letupan di dalam hati berupa kegelisahan. 


Manusia yang tidak menyadari bahwa khaufnya kepada Allah itu akan membawa  ketaatan kepada-Nya. Mereka akan mengira bahwa rasa takut kepada Allah hanya akan membawa pada jurang pesimisme. Pemahaman seperti itu jelas keliru. Mengingat semakin tinggi rasa khauf seseorang, maka akan semakin ia memegang dengan sungguh-sungguh nilai-nilainya Allah. 


Orang yang benar-benar khauf akan melaksanakan tugas kehidupannya sebaik mungkin karena ia tahu bahwa itu merupakan tugas dari Allah Sang Maha Segalanya. Berbeda dengan orang yang mengesampingkan Allah. Justru manusia itu akan terjerumus ke dalam jurang khauf yang ia buat sendiri. Bukan rasa takut kepada Allah melainkan rasa takut menjadi kecil, takut tidak menjadi apa-apa di kehidupan ini, takut menjadi orang biasa, takut miskin dan takut kematian. Padahal semuanya itu sebuah keniscayaan yang menang sudah kita miliki. Memang siapa yang tidak miskin di hadapan Allah? Siapa yang tidak kecil dihadapan Allah? Siapa yang tidak akan mengalami kematian? 


Semua manusia hakikatnya berada pada itu semua. Hanya karena ia memiliki segelintir harta, setetes ilmu dan sederet jabatan lalu ia mendapuk dirinya sendiri sebagai orang besar, orang yang bermanfaat dan orang penting. Sungguh semua itu tidak penting dihadapan Allah kecuali rasa khauf dan raja' mu yang didasari karena cinta. 


Wisnu Prayuda 

Semarang 14 Mei 2025

Komentar

Postingan Populer